another day

December 30, 2005

banyak orang bilang sendiri itu nggak asik.

mungkin ya. tapi untuk saat ini, jam ini, saya sangat menikmati “kesendirian”. saat mengetik ini, kantor dan gedungnya sudah terasa senyap. sepi. dingin.

namanya juga menjelang tahun baru, banyak yang sudah kabur dari kantor, entah cuti atau pulang cepat. berusaha menikmati akhir tahun. kalau bisa senikmat-nikmatnya. orang-orang di kantor saya juga begitu. tinggal saya sendirian. berusaha menyelesaikan beberapa pekerjaan ajaib yang tiba-tiba muncul persis saat saya menyodorkan surat cuti.

ketika pekerjaan sudah selesai, saya menoleh ke arah jendela kaca. pemandangan sesaat pucuk-pucuk gedung Jakarta mengingatkan saya pada pucuk-pucuk pohon di bukit Panderman, Malang. semburat matahari muncul di sela-sela dinding kaca, mengingatkan saya pada semburat yang sama, saat saya kesiangan bangun tidur. dulu. di Malang.

ya, sunyi ini mengingatkan saya pada kota itu. kota tempat saya tumbuh. tempat di mana saya ingin menghabiskan waktu. tempat untuk kembali pulang.

lalu, apa artinya malam tahun baru buat saya?

hmmm, lebih sering tidak berarti apa-apa. selain banyaknya orang yang begadang menyambut hari esok sembari meniup terompet kertas kencang-kencang. malam di mana pelanggaran lalu lintas banyak dimaklumi. malam di mana banyak orang menghabiskan banyak uang agar bisa senang. sesenang-senangnya.

saya lebih sering menikmati suasana tahun baru dalam kesendirian. ada kopi pahit. ada rokok kretek. ditemani Aerosmith yang diputar berulang-ulang. sekedar mengingat apa saja yang sudah dan belum saya lalui selama setahun itu.

ya, saya jarang menganggap malam tahun baru sebagai hari yang istimewa. saya sekedar sering memanfaatkannya sebagai tameng pengajuan cuti yang pas.

sama halnya dengan tahun baru. it’s just another day. yang harus dilalui. harus dijalani. harus diisi. entah bagaimana, terserah nanti. toh setahun lalu saya juga tak paham harus bagaimana, tapi lewat juga.

saya tidak kangen tahun baru.

saya cuma kangen Malang. kota seribu angan-angan. kota di mana saya belajar memahami kehidupan. dan kota di mana mimpi-mimpi saya selalu mengarah.
selamat tahun baru, Malang.

apa kabar, Aceh?

December 27, 2005

Di awal tahun ini, saya dan beberapa teman sempat mengunjungi Aceh. Memastikan secuil bantuan agar sampai di tangan mereka yang berhak. Kami juga mengajak beberapa teman dari media, untuk mengompori semangat pantang menyerah dan solidaritas bagi bangsa ini.

Tentu nggak asik kalo saya mesti cerita soal bagaimana bencana menggerus daerah ini. Semua media juga sudah menampilkannya dengan lengkap. Terlalu naif juga kalo saya menuturkan bagaimana the real superheroes menumpuk di Aceh. Basi. Kalo menulis begituan, gak usah bikin blog, jadi koresponden surat kabar aja.

Yang menarik buat saya, adalah kopi. Tapi soal kopi Aceh, prosesnya, warungnya, budayanya, orang-orang yang ada di dalamnya, saya kira sudah banyak yang lebih tahu.

Di antara puing-puing kehancuran, saya sempat melihat ada warung kopi. Dengan tenda darurat (tepatnya kain bekas spanduk yang disampirkan pada bambu –red) dan dingklik seadanya, uap kopi tetap mengepul dengan pekatnya.

Di dalamnya, wajah-wajah khas menyambut kami dengan hangat. Ditemani rokok kretek terselip di jari, keakraban menjalar tanpa harus banyak basa-basi. Cerita-cerita menyedihkan, dahsyat, mengerikan, pahit, getir, dan semangat mengalir lancar bersama tegukan kopi.

Itu salah satu pengalaman minum kopi yang terbaik bagi saya.

budayakan hidup konsumtif

December 23, 2005

Hari ini saya sempat membaca beberapa koran (tepatnya memaksakan diri untuk membaca, setelah sekian hari tenggelam diuber-uber deadline proposal –red). Sebagian besar, bisa jadi 68% :p, menyiratkan hal yang sewarna : tahun baru segera tiba, ayo cepat belanja!

Iklan-iklan sehalaman penuh dari pusat-pusat perbelanjaan, ulasan-ulasan gaya hidup perkotaan, laporan khusus menjelang tahun baru dan musim liburan… semua seakan kompak, satu komando menyuarakan, mendorong dan mengajak orang-orang menukar uangnya dengan barang-barang yang menarik (dan seringkali kurang bermanfaat –red).

Hehehe… saya bukannya anti kemapanan. Bukannya anti belanja ini belanja itu. Bukannya alergi nongkrong di mal yang penuh perempuan-perempuan menggiurkan itu. Nggak. Sama sekali nggak.

Saya masih enak ngopi di kafe-kafe itu, masih betah berlama-lama di mal yang ada toko mainannya itu, masih menikmati wira-wiri di toko bukunya yang adem dan nyaman, gak kayak perpustakaan sekolah yang dingin, spooky, dan terlalu hening itu 🙂

Ya, meski mahal, saya menikmati kopi-kopi yang dijual dengan nama-nama asing itu.

Yang sedikit mengusik pikiran saya, adalah isi koran-koran itu. Satu halaman berisi berita dan foto-foto besar soal kelaparan, kemiskinan, dan bencana. Halaman yang lain isinya ajakan senang-senang.

Hmmf, cuman sekedar pikiran cupet saya. Mungkin terlalu naif.

Ya, karena selanjutnya saya mendukung, kok. Kita budayakan saja pola hidup konsumtif. Kenapa? Kata mereka, biar roda perekonomian bangsa ini tetap berjalan. Tidak mandek. Mosok dari dulu kita itu menganut pola hidup sederhana melulu?

Wah, gak mboys. Kalo gak konsumtif, kamu gak bisa sekeren ini. Gak bisa secantik itu. Gak bakal seseksi dia. Gak mungkin seputih mereka.

Mosok udah abad 21 masih pola hidup sederhana? Kapan majunya bangsa ini? Kapan bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya?

Nah, biasanya kalo sudah mikir begini, saya pasang gigi netral. Diam. Berhenti.

Wong masih enak minum kopi, ngerokok, dan melihat makhluk-makhluk indah ciptaan Tuhan. Ngapain juga repot-repot mikir pola hidup segala?

Pret.

Saya tidak ingat (tepatnya : malas mengingat) di mana tepatnya saya mendengar kata-kata tsb. Jika tak salah, dari sebuah film yang beberapa hari lalu saya tonton.

Intinya, saya mengamini kata-kata tersebut. Kenapa? Karena sudah merasakan sendiri. Tergeletak tak berdaya di tempat tidur, demam tinggi, kepala pening dan dunia serasa berputar, tubuh menggigil kedinginan, lidah terasa pahit, pengen jackpot (muntah –red) tapi gak keluar apa-apa…

Dokter yang memeriksa saya tak bisa menyimpulkan apa-apa. Tak ada indikasi thypus, demam berdarah, SARS, Avian Flu… HIV juga bukan. Hasil pemeriksaan lab juga tidak menunjukkan adanya ketidaknormalan organ tubuh maupun fungsinya…

Jadi, sakit apa?

Dokternya bengong. Tapi saat beliau bertanya apakah saya mengalami stress, saya cepat-cepat mengangguk…

dunia kecil?

December 22, 2005

hehehe… akhirnya punya blog yang norak, katarsis, dan   trend sesaat!(tm)